Nama : Tiffani
Aprilianti
NIM : F1C111002
Prodi : KIMIA S1
ENERGI
KINETIKA
Kinetika Reaksi Kimia
Seperti yang telah dipelajari, atom‐atom unsur
cenderung untuk bergabung dengan atom‐atom unsur yang lain baik yang sejenis maupun
tidak, dalam upaya untuk mencapai kestabilan konfigurasi elektronnya. Target
kestabilannya adalah meniru konfigurasi elektron golongan gas mulia (seluruh
orbital kulitnya terisi penuh dengan elektron berpasangan).. Atom‐atom unsur
golongan logam cenderung untuk melepaskan elektron valensinya, sehingga membentuk
kation (ion positif), dan golongan logam ini dinamakan elektropositif. Atom‐atom ini
biasanya ada pada golongan I dan II. Sedangkan atom‐atom dari
unsur non logam cenderung menerima elektron tambahan untuk menggenapi elektron
valensinya, sehingga membenetuk ion negative (anion), dan golongan non logam
ini disebut elektronegatif. Atom-atom ini utamnya ada pada golongan VII.
Diantara golongan logam dan non logam ada golongan metalloid, yang bersifat
ambivalen, bisa menerima atau melepas elektron untuk mencapai kestabilannya.
Penggabungan atom‐atom unsur
(ikatan kimia) terjadi dengan berbagai cara, seperti ikatan ionik, ikatan
kovalen – telah dijelaskan pada Bab II‐, dan ikatan logam. Ikatan logam terjadi
ketika atom‐atom logam terhimpun banyak. Tiap‐tiap atom akan melepaskan elektron valensinya
agar konfigurasinya lebih stabil. Sehingga akan terbentuk lautan elektron yang meliputi
ion‐ion logam. Gaya ini begitu kuat sehingga ion‐ion logam
menjadi rigid (sulit bergerak) dan mampat. Adanya lautan elektron ini
menjadikan logam bersifat konduktor yang baik. Elektron dari luar akan dengan
mudah mendorong lautan elektron ini sehingga timbul aliran (arus listrik).
Seluruh penggabungan atom‐atom ini dalam tujuan kimia bisa dikatakan membentuk
molekul, bagian diskrit terkecil dari zat.
Dalam kajian selanjutnya, molekul‐molekul dan
atom‐atom dapat melakukan fungsi kimia melalui berbagai reaksi kimia yang
dijalaninya. Reaksi kimia secara alamiah berlangsung karena kecenderungan
seluruh komponen alam (termasuk) molekul, atom dan zat, ingin mencapai
kemapanan (kondisi yang lebih stabil). Salah satu syarat agar tercapai
kestabilan yang lebih baik adalah dicapainya keadaan dengan tingkat energi
terendah. Maka, beberapa molekul atau atom dengan tingkat energi tinggi saling
bergabung dengan melepaskan energi yang dimilikinya agar diperoleh bentuk dan
kondisi yang lebih stabil. Reaksi dengan melepaskan energi ini dinamakan reaksi
eksotermis dan berlangsung spontan. Sedangkan beberapa reaksi lain harus
dipaksa dengan berbagai upaya penambahan energi agar dapat berlangsung. Reaksi
semacam ini dinamakan reaksi endotermis dan tidak spontan.
Berbagai contoh reaksi mungkin akan
menjadi bahan kajian untuk melihat betapa pentingnya reaksi kimia dan bagaimana
pengendaliannya. Selain bisa diketahui bagaimana atom dan molekul melakukan
reaksi, spontan atau tidak spontan, juga sangat perlu untuk dipelajari seberapa
cepat reaksi itu terjadi. Bubuk dinamit dan bahan peledak lain, bereaksi eksotermis
dan meledak dalam waktu kurang dari 1 detik; sementara garam dan gula perlahan‐lahan
melarut, fermentasi buah ‐ umbi berlangsung beberapa hari. Berbagai
usaha dilakukan manusia, mempercepat proses pembersihan lingkungan, menghambat
korosi, mempercepat produksi, menghambat kerusakan produk dan lain‐lain. Usaha‐usaha
tersebut, adalah bagian dari penerapan pengetahuan tentang laju reaksi kimia dalam
kinetika kimia.
Laju
reaksi
Di atmosfer pada lapisan bagian
bawah, banyak reaksi yang dikatalisis oleh cahaya matahari (fotokatalitik),
salah satunya adalah penguraian NO2. Adanya foton (cahaya matahari) menyebabkan
NO2 memperoleh energi yang cukup sehingga 1 oksigennya lepas menjadi oksigen
bebas yang bersifat radikal.
NO2 →NO + O
O + O2 →O3
Radikal oksigen yang dihasilkan pada
reaksi pertama, ‐reaksi pertama disebut juga reaksi inisiasi (awal pembentukan radikal
bebas)‐, akan mempropagasi gas‐gas oksigen disekitarnya membentuk ozon.
Reaksi ini berlangsung cepat. Setiap radikal oksigen terbentuk maka dengan
cepat akan
bergabung dengan O2 membentuk ozon. Sehingga keseluruhan kecepatan reaksi ini
sebenarnya hanya tergantung reaksi penguraian NO2. Laju reaksi dikendalikan
oleh seberapa cepat NO2 terurai menjadi radikal O dan NO. Dalam kinetika
reaksi, disebutkan bahwa untuk reaksi yang berkesinambungan lebih dari 1 tahap,
maka tahap reaksi yang paling lambat akan menjadi penentu laju keseluruhan
tahap reaksi tersebut.
Secara umum reaksi di atas, reaksi
penguraian dari 1 molekul, dinamakan reaksi orde satu (hanya melibatkan 1
molekul, melalui mekanisme penguraian). Reaksi‐reaksi lain banyak terjadi baik alamiah
maupun dengan rekayasa. Namun demikian setelah dikelompokkan mungkin reaksi‐reaksi yang
terjadi, adalah melalui salah satu dari mekanisme reaksi berikut:
1. Reaksi orde pertama, irreversibel
(tidak berbalik)
A → produk
2. Reaksi orde kedua, irreversibel
2 A → produk
A + B → produk
3. Reaksi orde ketiga, irreversibel
3 A → produk
2 A + B → produk
4. Reaksi orde ke‐n,
irreversibel
n
A →produk
5. Reaksi orde pertama, reversibel
A B
6. Reaksi orde pertama‐/kedua‐, reversibel
A B + C
7. Reaksi simultan irreversibel
A produk
A
+ B produk
3
A produk
8. Reaksi bersambung (consecutive),
irreversibel
A B
B
C
Nampak bahwa orde reaksi menyatakan
banyaknya molekul reaktan yang terlibat dalam setiap satu reaksi. Mekanisme ini
dinyatakan sebagai banyak molekul yang terlibat dalam tumbukan sehingga terjadi
pertukaran komposisi atom dalam molekul‐molekul reaktan menjadi produk. Sebagai
contoh reaksi sederhana orde kedua irreversibel,
A + B AB
Setiap 1 molekul A bertumbukan
dengan 1 molekul B menghasilkan produk. Jika A dan B melakukan tumbukan efektif
menghasilkan produk (AB) maka laju reaksi bisa dihitung berdasar pada laju
berkurangnya A yang sekaligus sama dengan laju berkurangnya B dan sama pula
dengan laju pembentukan AB, atau r = ‐rA = ‐rB = +rAB, dengan r adalah lambang untuk laju reaksi.
Tanda (‐) pada r menyatakan laju pengurangan komponen dalam indek dan tanda (+)
menyatakan bahwa komponen dalam indek bertambah.
Proses tumbukan molekul dalam reaksi
ini, sangat dipengaruhi oleh kuantitas molekul atau tekanan parsial, dinamakan
probabilitas tumbukan. Dalam volume reactor yang sama, penambahan salah satu
komponen (misal dengan penambahan A, B tetap) akan meningkatkan probabilitas
tumbukan karena makin kecil jarak antar molekul (berdesakan). Sehingga laju
reaksi dipengaruhi konsentrasi. Namun tidak semua tumbukan molekul menghasilkan
reaksi, yang menghasilkan reaksi hanyalah tumbukan yang disebut tumbukan efektif.
Rasio tumbukan efektif terhadap tumbukan total adalah konstan pada temperature yang
dijaga tetap. Peningkatan temperature akan menaikkan energi kinetic molekul‐molekul, sehingga
pada reaksi endotermis akan meningkatkan tumbukan efektif dan mempercepat reaksi.Dengan
demikian laju reaksi akan sebanding dengan laju tumbukan efektif (dalam formula
dinyatakan dengan k, konstanta laju) dan berbanding lurus dengan total
probabilitas
tumbukan
(dinyatakan dengan jumlah molekul yang terlibat reaksi, konsentrasi),
diformulakan sebagai berikut (untuk reaksi di atas):
r = ‐rA = ‐rB = +rAB = ‐k [A] [B]
Beberapa hal penting berkaitan
dengan tumbukan efektif molekul dalam reaksi kimia adalah sebagai berikut:
1. tumbukan efektif akan makin besar
jika probabilitas tumbukan makin besar, konsentrasi yang lebih besar
mengindikasikan jumlah molekul yang lebih banyak dalam volume tertentu akan
memberikan probablilitas timbukan lebih besar
2. energi kinetic molekul yang lebih
besar akan menaikkan jumlah tumbukan efektif. Energi kinetic akan mempercepat
laju molekul dan memperbanyak frekuensi bertumbukan. Beberapa reaksi dipercepat
dengan pemanasan
3. orientasi tumbukan yang tepat
akan meningkatkan jumlah tumbukan efektif. Bagian molekul yang berkutub positif
akan efektif jika bertemu dengan bagian molekul lain yang berkutub negative.
4. energi tambahan yang cukup untuk
melakukan tumbukan efektif, dinamakan energi aktivasi. Suatu tumbukan akan
efektif jika energi total dalam tumbukan mampu digunakan untuk melampaui energi
aktivasi reaksi. Jika tidak maka reaksi tidak terjadi dan kembali ke keadaan
semula. Faktor energi aktivasi ini merupakan penentu apakah suatu reaksi dapat
berlangsung atau tidak. Jika dalam tumbukan A‐‐‐B mempunyai energi yang cukup untuk melampaui
energi aktivasi (melampaui puncak pada gambar grafik di bawah), maka
selanjutnya dengan serta merta (spontan) reaksi terus berlanjut menghasilkan AB
dengan tingkat energi yang lebih rendah dari A + B (sebelum reaksi). Reaksi ini
melepaskan energi sebesar DE = Ei – Ef (eksotermis).

Gambar. Proses tumbukan efektif dan
profil energi aktivasi, pada reaksi eksotermis
Banyak reaksi yang bisa berlangsung
spontan tetapi memerlukan waktu yang sangat lama, karena energi aktivasi
reaksinya yang terlalu besar sehingga molekul‐molekul ketika bertumbukan jarang bisa
mencapai atau melampauinya. Untuk reaksi‐reaksi semacam ini, biasanya dapat dipercepat
dengan suatu katalis. Katalis adalah suatu zat yang ditambahkan pada reaksi
untuk mempercepat laju, dan zat tersebut akan didapatkan kembali seperti semula
pada akhir reaksi. Diduga cara kerja katalis zat ini adalah dengan menurunkan
energi aktivasi reaksi, sehingga molekul‐molekul yang terlibat dalam reaksi dapat
melakukan tumbukan lebih efektif dan lebih banyak.

Suatu contoh, reaksi dekomposisi NO
berlangsung sangat lama di atmosfer
menghasilkan
N2 dan O2. Lambatnya reaksi ini sangat tidak sebanding dengan masuknya gas NO
sebagai polutan dari pembakaran bahan bakar fosil. Sehingga kualitas udara akan
menjadi buruk dengan makin banyaknya mesin kendaraan ataupun industri. Reaksi
dekomposisi NO adalah sebagai berikut:
2NO → N2 + O2
Reaksi ini bisa dipercepat dengan
menggunakan logam platinum, rodium dan paladium yang digunakan untuk media
reaksi dan mengikat N—O , dan menurunkan energi aktivasi reaksi yang akan
dijalani. Dengan demikian logam‐logam ini dapat secara bersama‐sama
digunakan sebagai katalis dalam konversi gas NO menjadi N2 dan O2, dan
dinamakan katalitik konverter yang dapat dipasang pada mesin mobil untuk
mempercepat proses detoksifikasi.
Laju reaksi adakalanya tidak bisa
ditentukan secara perhitungan berdasarkan reaksi stoikiometri yang tertulis.
Penentuan laju reaksi yang tepat adalah dengan melakukan pengukuran konsentrasi
komponen‐komponen yang terlibat reaksi, jadi laju reaksi sebenarnya hanya bisa
ditentukan lewat suatu percobaan laboratirium. Persamaan reaksi stoikiometri biasanya
hanya menyatakan jumlah mol komponen‐komponen yang terlibat reaksi, tetapi jarang
sekali menggambarkan mekanisme tumbukan efektif yang mungkin bisa terjadi.
Suatu contoh reaksi berikut:
NO2 + O2 NO
+ O3
Dari persamaan kedua reaksi di atas,
reaksi pertama sepertinya menjalani reaksi orde ke dua (ada 2 molekul yang
terlibat dalam reaksi yaitu 1 molekul NO2 dan 1 molekul O2); sedangkan reaksi
kedua sepertinya menjalani reaksi orde ketiga (ada 3 molekul yang terlibat
yaitu 1 molekul ion S2O8 2‐ dan 2 molekul ion I‐). Namun
dalam kenyataannya reaksi pertama adalah reaksi orde pertama dan reaksi ke dua
adalah reaksi orde kedua. Kedua reaksi diatas adalah reaksi multi tahap sebagai
berikut :
NO2 NO + O (reaksi tahap 1, lambat)
O + O2 O3
(reaksi tahap 2,
cepat)
NO2 + O2 NO
+ O3 (reaksi keseluruhan)
Reaksi‐reaksi di atas, laja dapat dihitung dan
terbatasi dengan reaksi pertama yang berlangsung lambat. Setiap terbentuk
produk dari reaksi tahap 1, maka dengan cepat reaksi tahap 2 berlangsung.
Sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi mengikuti atau ditentukan oleh
reaksi tahap 1. Maka dengan demikian persamaan laju reaksi mempunyai orde
reaksi sesuai mekanisme reaksi yang berpengaruh yaitu reaksi tahap 1. Dengan demikian
laju reaksi NO2 dengan O2,‐ hanya dipengaruhi kecepatan penguraian NO2
dalam keadaan O2 yang cukup‐, adalah:
r = ‐rNO2 = ‐k[NO2]
merupakan
reaksi orde pertama.
Menghitung
laju reaksi
Laju reaksi hanya dapat ditentukan
jika reaksi stoikiometri telah diketahui dan ada data percobaan terhadap
perubahan komponen‐komponen yang terlibat reaksi setiap waktu. Berdasarkan
percobaan‐percobaan yang telah dilakukan, laju reaksi kimia dipengaruhi (fungsi dari):
1.
konsentrasi komponen‐komponen yang terlibat dalam reaksi
2. temperatur
reaksi
3. tekanan
sistem reaksi
4. katalis
secara matematika sederhana dapat
dituliskan ke dalam bentuk
r = f (Ci, T, P, katalis)
dan jika
reaksi berlangsung dalam suhu‐tekanan dijaga (konstan) dan dengan kehadiran
katalis
tertentu,
maka laju reaksi hanya tergantung pada perubahan konsentrasi komponenkomponen
yang terlibat
dalam reaksi, dengan konstanta spesifik yang hanya sesuai dengan
kondisi yang
dijaga tersebut. Dan persamaan laju bisa disederhanakan menjadi:
rA = + f(T,P,katalis) f (Ci)
rA= + ks f(Ci)
; dengan ks = f(T,P,katalis)
dengan ks adalah konstanta laju
reaksi yang spesifik yang merupakan fungsi kondisi suhutekanan dan katalis yang
dijaga. Artinya jika suhu‐tekanan atau keberadaan katalis, ada salah satu
atau beberapa berubah maka nilai ks juga akan berubah. Untuk reaksi‐reaksi
eksotermis, penambahan suhu reaksi akan menurunkan nilai ks, sedangkan untuk
reaksi‐reaksi yang endotermis penambahan suhu akan menaikkan nilai ks.
Peningkatan nilai ks berarti reaksi berjalan lebih cepat kearah produk sesuai
dengan persamaan laju reaksi yang didapatkan
Pertanyaan :
Pertanyaan :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar